Bentuk atau genre folklore, yang paling banyak diteliti ahli folklore adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom (dalam Danannjaja, 2002:50) cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tipe golongan besar, yaitu:(1) mite (myth), (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau, sedangkan legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya dongeng adalah prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Bascom, dalam Danannjaja, 2002:50). Mite juga diartikan sebagai cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa (KBBI, 2002: 749).
Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan sebagainya. Mite juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya (Bascom dalam Danannjaja, 2002:50). Mite di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam, berdasarkan tempat asalnya, yakni: yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar negeri, terutama dari India, Arab, dan Negara sekitar laut tengah. Mite Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam semesta (cosmogony), terjadinya susunan para dewa, dunia dewata (pantheon), terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan (culture hero), terjadinya makanan pokok, seperti beras dan sebagainya, untuk pertama kali. Mite biasanya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia, maut, binatang, topografi, gejala alam, dan sebagaainya. Mite juga mengisahkan petualangan para dewa, percintaan, kekerabatan, perang, dan lain-lain. Dengan kata lain, mite merupakan bentuk prosa yang menggambarkan asal-usul sesuatu. Karena itu mite sering merangsang otak untuk membacanya. Paling tidak otak manusia akan terangsang mengikuti mite karena logikanya dapat dipertanggungjawabkan (Endraswara, 2005:163).
Ada pendapat yang menyebutkan bahwa mite sama artinya dengan mitos dalam bahasa Jawa. Mitos juga disebut mite (myte). Mite adalah prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Karena itu dalam mite sering ada tokoh pujaan yang dipuja dan atau sebaliknya, ditakuti. Baik tokoh mite yang dipuji ataupun ditakuti implikasinya selalu muncul dalam bentuk penghormatan. Penghormatan tersebut ada kalanya juga sering dimanifestasikan ke dalam wujud pengorbanan (Endraswara, 2005:163). Pemahaman atas cerita yang bernuansa mitos ini, pada kenyataannya menjadi sebuah keyakinan. Keyakinan yang dilebih-lebihkan, sering mempengaruhi pola pikir ke arah takhayul. Akibatnya banyak masyarakat yang menganggap keramat satu atau dua mitos.
10.2 Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat, dianggap yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia yang kita kenal sekarang. Legenda sering dipandang sebagai sejarah kolektif (folk history), walaupun sejarah itu karena tidak tertulis telah mengalami distorsi, sehingga sering kali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Legenda biasanya bersifat migratoris, yakni berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah berbeda. Selain itu legenda acapkali tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus (cycle), yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau suatu kejadian tertentu (Dananjaja, 2002:66-67). Legenda (dari Lat = sesuatu yang harus dibaca) cerita rakyat yang kadar kebenarannya disangsikan, tetapi sangat diyakini masyarakat dan menjadi pola pemikiran mereka (Ensiklopedi Indonesia,…..:1982).
Menurut Alan Dundes (dalam Endraswara, 2005:67) ada kemungkinan besar bahwa jumlah legenda setiap kebudayaan jauh lebih banyak dari pada mite atau dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya mempunyai jumlah tipe dasar yang terbatas, seperti penciptaan dunia dan asal mula terjadinya kematian, namun legenda mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat (local legends), yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara dari satu daerah ke daerah lain (Endraswara, 2005:67). Jan Harold Brunvand misalnya menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yakni (1) legenda keagamaan (religious legends), (2) legenda alam gaib (supernatural legends), (3) legenda perseorangan (personal legends), dan (4) legenda setempat (local legends).
Yang termasuk dalam golongan legenda keagamaan antara lain adalah legenda orang-orang suci (saints) Nasrani. Legenda demikian itu jika telah diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography (legends of the saints), yang berarti tulisan, karangan, atau buku mengenai penghidupan orang-orang saleh. Di Jawa legenda orang saleh adalah mengenai para wali agama Islam yakni para penyebar agama (proselytizers) Islam pada masa awal perkembangan Islam.
Legenda alam gaib biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini terang adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhayul” atau kepercayaan rakyat. Walaupun merupakan pengalaman pribadi seseorang, namun isi pengalaman itu mengandung banyak motif cerita tradisional yang khas ada pada kolektifnya. Di Jawa Timur misalnya, orang-orang yang pernah melihat hantu selalu menggambarkan dengan bentuk-bentuk yang sudah ada dalam gambaran kepercayaan kolektifnya (Endraswara, 2005:71). Hantu lain yang dipercayai masyarakat Jawa Timur lainnya, misalnya Genderuwo, sundel bolong. Jadi yang termasuk dalam kategori legenda alam gaib adalah cerita-cerita pengalaman seorang dengan makhluk-makhluk gaib, hantu-hantu, siluman, gejala-gejala alam gaib, dan sebagainya.
Legenda perseorangan adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar pernah terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal adalah legenda tokoh Panji. Suatu jenis legenda perseorangan adalah mengenai perampok-perampok semacam Robin Hood, yang merampok penguasa korup atau orang kaya untuk didermakan kepada rakyat miskin. Legenda semacam itu di Jakarta pada masa tempo dulu adalah kisah petualangan ”si Pitung”.
Legenda yang terakhir adalah legenda setempat. Yang termasuk ke dalam golongan legenda ini adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakh berbukit-bukit, berjurang, dan sebagainya. Legenda setempat yang berhubungan erat dengan nama suatu tempat adalah legenda Kuningan. Kuningan adalah nama suatu kota kecil yang terletak di lereng Gunung Ceremai, di sebelah selatan Kota Cirebon, Jawa Barat.
Axel Olrik (dalam Dananjaja, 2002:82) berpendapat bahwa sruktur atau susunan cerita prosa rakyat terikat oleh hukum-hukum yang sama, yang olehnya di sebut sebagai Hukum-Hukum Epos (Epic Laws). Hukum-hukum epos ini merupakan suatu superorganik, yaitu sesuatu yang berada di atas cerita-cerita rakyat, yang selalu mengendalikan para juru ceritanya (folk narator), sehingga mereka hanya dapat mematuhi “hukum-hukum” itu secara membuta. Hukum-hukum epos ini tidak dapat dikendalikan manusia. Sebagai akibat adanya “hukum-hukum” itu maka struktur cerita rakyat tertentu menjadi identik. Selanjutnya Olrik berpendapat bahwa cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng) dan teks nyanyian rakyat (folksong) tidak mengikuti “hukum-hukum” lain selain hukumnya sendiri. Hukum-hukum itu membatasi kebebasan pengarang kesusastraan lisan, sehingga susunan sastra lisan, jika dibandingkan dengan kesusantraan tertulis, lebih kurang bebas.
Menurut Olrik (dalam Dananjaja, 2002:82) “hukum-hukum itu adalah (a) hukum pembukaan dan penutup (the laws of opening and closing), yaitu cerita rakyat tidak akan dimulai dengan suatu aksi tiba-tiba dan tidak juga berakhir dengan mendadak; (b) hukum pengulangan (the law of repetition), yakni demi pemberian tekanan pada cerita rakyat, suatu adegan diulang beberapa kali; (c) hukum tiga kali (the law of three), yakni tokoh cerita rakyat baru akan berhasil dalam menunaikan tugas-tugasnya setelah mencobanya tiga kali; (d) hukum dua tokoh di dalam satu adegan (the lawof two to a scene), yakni di dalam satu adegan cerita rakyat, tokoh yang diperkenankan untuk menampilkan diri dalam waktu bersamaan, paling banyak hanya boleh dua orang saja; (e) hukum keadaan berlawanan (the law of contrast), yakni tokoh-tokoh cerita rakyat selalu mempunyai sifat yang berlawanan; (f) hukum anak kembar (the law twin), anak kembar di sini mempunyai arti luas, karena dapat berarti anak kembar sesungguhnya atau dua saudara kandung, bahkan dua orang yang menampilkan diri dalam peran yang sama; (g) hukum pentingnya tokoh-tokoh yang keluar pertama, dan yang keluar terakhir (the law of the importance of initial and final positition), yakni jika ada sederet orang atau kejadian yang muncul atau terjadi, maka yang terpenting akan ditampilkan terdahulu, walaupun yang ditampilkan terakhir, atau kejadian yang terjadi kemudian, adalah yang akan mendapat simpati atau kejadian cerita itu; (h) hukum ada satu pokok cerita saja dalam suatu cerita (the law of single strand), yakni dalam suatu cerita jalan ceritanya tidak akan kembali lagi hanya untuk mengisi kekurangan yang tertinggal dan jika sampai ada keterangan mengenai kejadian sebelumnya yang perlu ditambahkan, maka akan diisi dalam rupa dialog saja; (i) hukum bentuk berpola cerita rakyat ) the law of pattering; (j) hukum penggunaan adegan-adegan tablo (the law of the use of tableaux scenes), yakni adegan-adegan puncak; (k) hukum logika legenda (the law of the sage), yakni cerita rakyat mempunyai logikanya sendiri, yang tidak sama dengan logika ilmu pengetahuan, dan biasanya lebih animisme, berlandaskan berdasarkan kepercayaan terhadap kemuzizatan dan alam gaib; (l) hukum kesatupaduan rencana cerita (the law of the unity of the plot); (m) hukum pemusatan pada tokoh utama dalam cerita rakyat itu (the law of the concrentation on a leading character).
10.3 Dongeng
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Pendapat selanjutnya menyatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi, diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran (Dananjaja, 2002:83). Istilah-istilah yang bersinonim dengan dongeng dalam berbagai bahasa di dunia adalah fairy tales (cerita peri), nursery tales (cerita kanak-kanak), atau wonder tales (cerita ajaib) dalam bahasa Inggris; marchen dalam bahasa Jerman, aevertyr dalam bahasa Denmark; sprookje dalam bahasa Belanda; siao suo dalam bahasa Mandarin; satua dalam bahasa Bali, dan lain-lain.
Dongeng biasanya mempunyai kalimat pembukaan dan penutup yang bersifat klise. Pada bahasa Inggris biasanya selalu dimulai dengan kalimat pembukaan: Once upon a time, three lived a…..pada suatu waktu hidup seorang….) dan kalimat penutup….and they lived happily ever after (….dan mereka hidup bahagia untuk selama-lamanya). Pada dongeng Jawa biasanya ada kalimat pembukaan, Anuju sawijining dina….(pada suatu hari…..), dan diakhiri dengan kalimat penutup: A lan B hidup rukun bebarengan kaya mimi lan mintuna (….A dan B hidup bersama dengan rukun bagaikan ketam belangkas jantan dan ketam belangkas betina).
Dongeng adalah cerita singkat tentang hal-hal yang aneh dan tak masuk akal, berbagai keajaiban dan kesaktian, biasanya mengisahkan dewa, raja, pangeran, puteri. Penyebaran dongeng kadang-kadang sampai luas seperti umpamanya dongeng bidadari mandi yang pakaiannya dicuri seorang pemuda tani dan kemudian, karena tak dapat pulang ke surga diperistrikannya hingga beroleh sorang anak. Jelas dongeng tersebut berasal dari bangsa Thai di Provinsi Yunan, Cina Barat Daya, tetapi kemudian tersebar di seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia dongeng tersebut dari Aceh sampai Maluku Tenggara, di Jawa Tengah/ Timur disebut Nawang Wulan dan Jaka Tarub (Ensiklopedi Indonesia,…..: 854).
Di dalam buku The Types of the Folktale (1964:19-20), Anti Arne dan Stith Thompson (dalam Dananjaja, 2002:86) telah membagi jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yakni:
- Dongeng binatang
Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakhlak budi seperti manusia. Dalam suatu kebudayaan binatang-binatang itu terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatang itu adalah rubah (fox) yang bernama Reinard de Fox. Di Amerika Serikat binatang itu ada beberapa, bergantung pada pendukungnya, pada orang Negro misalnya, adalah kelinci yang bernama Brer Rabit, dan pada orang Indian Amerika (Amerindian) adalah binatang coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba. Di Indonesia binatang itu adalah pelanduk (kancil) dengan nama sang kancil, atau seekor kera, dan di Filipina adalah kera. Binatang-binatang itu semuanya mempunyai sifat yang cerdik, licik, dan jenaka.
- Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah duka seorang. Di Indonesia dongeng biasa yang paling populer adalah yang bertipe ”Cinderella” dan bermotif Unpromising heroin (tokoh wanita yang tidak ada harapan dalam hidupnya). Dongeng biasa yang berjenis Cinderella ini bersifat universal, karena tersebar bukan saja di Indonesia, tetapi juga di segala penjuru dunia. Dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia ada banyak. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya adalah dongeng”Ande-Ande Lumut” dan ”Si Melati dan Si Kecubung”, di Jakarta ”Bawang Putih dan Bawang Merah”, dan di Bali ”I Kesuna lan I Bawang” (Dananjaja, 2002:99).
Dalam hubungan dengan dongeng bertipe Cinderella ini harus diingat bahwa di samping Cinderella yang berjenis wanita ada juga yang berjenis laki-laki, yaitu yang disebut Male Cinderella (Cinderella lelaki), dengan motif Unpromising hero (tokoh laki-laki yang tidak ada dalam harapan dalam hidupnya). Tokoh laki-laki ini biasanya seorang anak bungsu, walaupun tidak selalu demikian. Contoh cerita jenis ini di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Joko Kendil.
- Lelucon dan anekdot
Jenis dongeng yang ketiga adalah lelucon dan anekdot. Penggolongan lelucon dan anekdot ada bermacam-macam. Yang pertama berasal dari Antti Aarne dan Stith Thomson dan yang kedua berasal dari Jan Harord Brunvand (dalam Danannjaja, 2002:117). Aarne dan Thomson mengklasifikasikan lelucon dan anekdot ke dalam sepuluh golongan sebagai berikut.
1) Cerita orang sinting (numskull stories): Yang termasuk dalam cerita golongan ini adalah cerita orang setengah sinting sampai orang sinting.
2) Cerita sepasang suami-istri (stories about married couples). Yang termasuk dalam cerita ini yaitu sepasang suami istri yang mempunyai kode sendiri dalam komunikasinya. Hal tersebut hanya diketahui oleh mereka karena bersifat pribadi. Misalnya, kode untuk melakukan sanggama.
3) Cerita seorang wanita (stories about a women girl). Contoh mengenai cerita wanita tua yang ikut antri ketika ada penangkapan pelacur. Nenek tersebut ikut antre ketika ada pemeriksaan karena ada salah satu pelacur yang membohonginya. Pelacur tersebut berkata bahwa ada pembagian permen sehingga sang nenek juga tertarik untuk ikut antre.
4) Cerita seorang pria atau anak laki-laki (stories about a man). Contohnya adalah ”Kisah Si Sahetapi”, yaitu seorang pemuda yang rela terjun ke laut untuk menyelamatkan anak laki-laki yang jatuh. Semua orang berterima kasih dan memujinya. Bahkan dia dianggap pahlawan dan akan mendapat bintang dari kapten kapal. Setelah giliran Sahetapi memberikan sambutan, ternyata dia berbicara yang membuat semua orang tertawa. Ternyata dia menolong anak yang jatuh dari laut bukan atas dasar kehendaknya sendiri melainkan didorong oleh seseorang. Sahetapi sangat marah.
5) Cerita seorang lelaki yang cerdik (The clever man): Contohnya adalah lelucon tentang mahasiswa yang sedang menempuh ujian. Seorang profesor menguji mahasiswa tersebut dengan pertanyaan yang aneh. Pertanyaanya adalah a) apa sebabnya wanita seringkali rebut? b) tua mana mulut bawah dan mulut atas wanita? c) apa benar mulut bawah wanita lebih tua dari pada mulut atas? Semua pertanyaan tersebut kurang masuk akal, begitu juga dengan jawabannya.
6) Cerita kecelakaan yang menguntungkan (Lucky accidents): Contoh cerita ini adalah cerita yang berasal dari Sumenep, Madura yang berjudul dongeng dongeng ” Dongeng Moden Karok”.
7) Cerita lelaki bodoh (The Stupid man): Cerita mengenai seorang laki-laki yang datang ke puskesmas untuk ikut keluarga berencana. Seorang perawat memberinya kondom dan memberi contoh cara pemakaiannya dengan memasukkannya dalam jari. Setelah beberapa bulan, laki-laki tersebut datang dengan kemarahannya. Perawat tersebut bertanya bagaimana cara memakai kondom tersebut. Laki-laki tersebut menjawab dengan lugunya bahwa cara memakainya sama dengan apa yang dicontohkan oleh perawat itu.
8) Lelucon mengenai pejabat agama dan badan keagamaan (Jokes about persons and religious orders): Cerita mengenai seorang pastor dan haji yang saling menyindir pelajaran dalam agamanya. Seorang haji tidak boleh makan sosis babi, dan seorang pastor tidak boleh menikah.
9) Anekdot mengenai kolektif lain (Anecdotes about other groups of peoples): Contoh cerita ini adalah lelucon mengenai kolektif atau folk lain, seperti mengenai orang Cina, Batak, profesor, dan tukang becak.
10) Cerita dusta (Tales of lying): Cerita mengenai seorang duda yang melakukan senggama dengan sapi betina sampai sapi tersebut hamil. Setelah lahir ternyata anak sapi tersebut memanggil duda tersebut dengan sebuta bapak.
- Dongeng berumus
Menurut Danandjaja (2002:139) dongeng berumus adalah dongeng-dongeng yang disebut oleh Antti Aarne dan Stith Thomson disebut formula tales, dan strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai beberapa subbentuk, yakni:a) Dongeng bertimbun banyak (Cumulative tales), b) Dongeng untuk mempermainkan orang (Catch tales), dan c) Dongeng yang tidak mempunyai akhir (Endless tales).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar